Kamis, 14 Maret 2013

Cerita Kutu MDN38

Kehidupan anak kost sering kali menarik untuk di eksplor. Meski terkadang hanya berupa cerita yang tidak jauh-jauh dari menu mie di akhir bulan, curhatan malam yang bisa ber jam-jam, kisah cinta remaja galau (kebetulan kosanku ini 99% isinya para remaja tanggung menuju dewasa) dan obrolan becanda hal-hal sepele yang memerlukan pemikiran dan pendalaman materi untuk investigasinya. Sebelum cerita ini dilanjutkan, akan lebih baik kalo diklarifikasikan dulu. MDN38 disebut kosan yang 99% berisi remaja galau karena yang 1%nya adalah saya, bukan remaja lagi, tapi wanita (agak) dewasa yang cerdas dan berkelas. Kalo mau muntah, silahkan ketoilet dulu. Sedangkan yang 99% adalah para maba gadis belia 17-19an tahun.


Sore itu, seperti kebiasaan emak-emak di rumah jika sedang tidak malas, saya membuat snack ringan untuk menemani acara santai sore kami. Ngobrol northern - southern (bc: ngalor ngidul) berujung pada cerita kutu kepala. Sebagai anak gaul di jaman bocah, tentu saja kami dengan bangga mengakui pernah kutuan. Kutu itu sebagai pertanda bahwa jaman dulu kami bukan anak pingit, punya banyak teman, mengenal berbagai permainan seru, dan tentu saja ciri anak agak bandel sedikit jorok yang menggemaskan. Untuk yang belum tahu kutu kepala itu seperti apa, saya bantu figure out sedikit. Bentuknya kecil hitam dan suka menghisap darah. Yah, semacam edward cullen yang sangat cool itu, tapi versi kecil, bulet, hitam dan sama-sama susah dicari. Keberadaan kutu di kepala biasanya ditandai dengan adanya embrio mereka yang berbentuk menyerupai beras dengan ujung runcing lengket ke rambut. Berikut penampakan kutu secara jelas.





Meski kutu ini adalah ciri ke-gaul-an seorang anak (versi MDN38), tapi tentu saja orang tua kami tidak mengizinkan adanya kutu di kepala kami. Ibu saya dulu, setiap malam sambil nonton tv, selalu berburu vampir kecil ini di kepalaku. Perginya mereka dari kepalaku, entah bagaimana tidak begitu jelas. Seingatku waktu sudah agak besar, tiba-tiba saja sudah nggak ada kutunya. Lain lagi teman kecilku dulu. Sebut saja Ajeng (nama sebenarnya), perginya kutu dari kepalanya karena Ayahnya yang pak Haji di kampung kecil kami itu sudah membasmi kutu-kutunya dengan BAYGON. Yah, bener, itu baygon obat nyamuk yang semprot itu. Cara pembasmiannya adalah kepala sang anak dimasukkan ke plastik, tentu saja yang bagian berambut, terus dikasih lubang sedikit dan baygon pun disemprotkan disitu. Agak sulit menggambarkannya, tapi memang begitu adanya, silahkan dibayangkan sendiri. Kata Ajeng, waktu itu rasanya agak panas dan agak membuat dia mabok. Jadi saya menyarankan, jika tidak terlalu ahli, jangan membasmi si kutu dengan cara ini. Ngomong-ngomong, rambut si Ajeng pasca pem-boman di kepalanya itu jadi tumbuh lebat dan hitam. Bagus sekali. Entah ada hubungannya atau tidak. Adalagi temanku yang menghilangkan kutu itu denga super rajin keramas dan memakai sisir yang rapat-rapat. Kalo yang ini tidak cocok untuk yang rambutnya mengalami masalah hair fall.

Indeed, ada seorang temanku yang masih berkutu sampai dengan masa kuliahnya. Dengan rambut panjang bagus seperti kuntilanak dan berwajah cantik, tentu membuat kami tidak berani berdekat-dekatan kepala dengannya. Untungnya sekarang rambut panjang nya sudah tidak sepanjang kuntilanak, dan dia berjanji kepada kami untuk melakukan program alleviation kutu.

In addition, ada seorang penghuni MDN38, gadis manis aseli jekardah bernama dian komala. Si kokom ini (demikian kami menyebutnya), menurut dugaan kami, mungkin tidak pernah kecil. Dia mendadak sudah besar. Hal ini dilatar belakangi cerita dia yang menyatakan dirinya tidak pernah kutuan. Well, it is understood, since her hair is soooo smoooooth dan tipis. Mungkin kutu yang menempel disitu akan tergelincir. Tapi tetap saja, itu agak aneh, mengingat teman-teman yang lain yang berambut tipis juga tetap kutuan. Dan yang mendukung dugaan kami bahwa dia tidak pernah kecil adalah dia tidak pernah bermain tanah. Hallooo, tanah itu adalah makanan ups mainan pokok saat bocah. Bagaimana mungkin tidak main tanah? Dan juga layang-layang. Dan juga main air. Alright, she was born in Jakarta and live there, but so what? Di bawah rumah dia kan ada tanahnya juga, dan mungkin saja dia pas kecil menggali-gali samping rumahnya, mengorek-ngorek bentuk tanah dan menunjukkan eksistensi betapa indahnya masa kecilnya. Tapi, sayang waktu dia kecil saya tidak sempat mengajarkan ke dia betapa asoi nya bermain tanah dan lumpur.. dan pasir juga sebenarnya. Sampai sekarang, itu masih menjadi cerita misteri para gadis MDN38. Apakah si kokom ini pernah menjadi toodler or she just exist since teenager.

Jadi, apakah anda pernah kutuan?

1 komentar:

  1. jangan-jangan dia bidadari, turunnya mak jeduk udah gede ajah...

    BalasHapus