Secangkir kopi
panas. Minuman pekat manis dan sedikit pahit itu mengusik pikirannya. Dinginnya
kota Malang, ditambah hujan yang semakin menderas dan diselingi satu dua petir
di kejauhan membuat wanita itu kembali berpikir untuk segera menyeduh kopinya.
Rintihan lambung yang memohon lirih menolak rangsangan gastritis seolah menjadi
tantangan baru. Atau mungkin membuatnya mencoba percobaan dengan diri sendiri
sebagai scape goat. Dengan confidence interval sekecil mungkin, dia akan
membuat hypothesis awal bahwa pemberian kopi secara teratur akan membuat
lambung kebal terhadap kopi dan hypothesis akhir bahwa pemberian kopi secara
teratur akan membuat lambung kuat menahan serangan kopi. Mungkin perbedaan Ho
dan Hi tidak begitu significant, tapi ini adalah analisa dan percobaan dia
sendiri, tanpa kehadiran Bapak Professor Lukito yang terhormat, terserius dan
agak galak, yang akan menyalahkannya membuat wanita muda itu kembali tersenyum.
Perlahan
diraihnya cangkir ekspresso yang sudah puluhan kali bergumul dengan kopi panas.
Dan ditambah lagi sore ini. Perpaduan air mendidih dengan classic roast sensasi
menghasilkan aroma yang selalu dirindukannya. Segar, manis, agak sepet, dan
kental. Buihnya yang lembut menari dengan gemulai, berputar-putar seiring
goyangan sendok yang sudah agak buram, membuat bulatan yang terkadang berakhir
dengan bentuk bulatan obat nyamuk, bentuk abstract aneh, bentuk bulat
berkelompok seperti awan berarak, atau membentuk gambar cinta yang sempurna.
Kali ini, buih itu secara tak sengaja berbentuk tanda tanya. Mungkin jemari
wanita itu membawa sisa mimpinya ke dalam cangkir yang dibelinya saat diskon di supermarket waktu itu,
untuk menggambarkan kegalauannya. Atau mungkin hanya sebuah kebetulan biasa.
Menikmati
secangkir kopi panas itu seperti orang jatuh cinta. Menyesapnya perlahan-lahan
dalam keadaan panas sambil menghirup wanginya, yang terkadang akan membuat
lidah sedikit melepuh, atau mendiamkannya digelas sampai hangat-hangat kuku
sambil sesekali menghirup aromanya yang terkadang terbang mendekati lubang
hidung. Dua-duanya ada kesenangan dan resiko masing-masing. Menyukai tantangan
dan menikmati prosesnya, atau bersabar sambil sesekali memetik hasil yang tanpa
dia minta menghampiri. Apapun itu, yang jelas kopi hangat disaat hujan deras
mampu membuka matanya untuk kembali menelusuri barisan huruf-huruf rapi di
journalsnya.
David Noris : "Okay, I can go through this door, alone. You'll never see me or the people who chasing us again. Or you could come with me, and I don't know what's on the other side, but I know you would be next to me, and that's all I've wanted since the minute I met you.." (The Adjustment Bureau 2011)
BalasHapus