Rabu, 08 Agustus 2012

Jangan menyepelekan obat penghilang nyeri AINS

Ada yang belum pernah merasakan nyeri ? Hampir semua orang sudah pernah merasakan nyeri. Bisa sakit kepala, nyeri haid, nyeri punggung, rematik, dan lain-lain, sampai nyeri yang berat, seperti nyeri kanker, nyeri pasca operasi, dan sebagainya. Obat anti nyeri itu namanya analgesik. Analgesik apa yang biasanya Anda gunakan ketika nyeri? Parasetamol, aspirin, antalgin, asam mefenamat, piroksikam, meloksikam, ibuprofen, diklofenak, ketorolak, atau yang lain?

Untuk nyeri ringan sampai sedang, kita bisa menggunakan obat-obat analgesik (pereda) nyeri tanpa resep. Untuk nyeri berat tentu memerlukan analgesik yang lebih kuat seperti analgesik golongan narkotik yang harus diperoleh dengan resep dokter. Obat analgesik mudah diperoleh di mana-mana, sampai ke warung-warung kecil di sekitar kita. Kelihatannya hanya obat sepele, tetapi jika pemilihan tidak tepat, bisa-bisa malah mendapat masalah yang tidak diinginkan. Ada berbagai macam kasus yang berkaitan dengan obat pereda nyeri.

Saya mempunyai seorang teman, yang setelah dia mengkonsumsi salah satu obat pereda nyeri, mengalami reak si alergi berat yang ditandai dengan melepuh dan membengkaknya selaput mukosa di rongga mulut, kulit kemerahan, demam, dan beberapa gejala lain. Ini memang reaksi alergi yang sulit diprediksi sebelumnya. Temenku itu ternyata hipersensitif terhadap golongan obat ini, sehingga dia harus hati-hati untuk memilih obat analgesik, jangan menggunakan obat sejenis apapun merk-nya.

Demikian pula yang terjadi dengan Bapakku. Sebagai orang awam yang agak sok tahu, beliau melakukan metode nya sendiri dalam mengatasi nyeri. Beliau dikenalkan dengan obat nyeri tertentu oleh seorang dokter spesialias THT. Waktu itu, keluhan beliau adalah nyeri di kepala, dan terkadang di telinga atau entah dimana, saya kurang begitu jelas. Pun demikian nama obatnya, metilblablabla. Sifat praktis dan merasa cocok dengan obat tersebut, maka Bapakku langsung membeli obat seperti itu ke apotik, lagi, lagi dan lagi. Amazing memang yang mampu dihasilkan obat tersebut ke Bapakku. Mungkin beliau sudah mengalami sugesti yang sedemikian hebatnya, sehingga hampir semua gejala sakitnya bisa diatasi. Tentu aku maupun keluargaku takut ada efek sampingnya akan konsumsi obat-obatan tersebut, tapi begitulah Bapakku. As a determine person, beliau selalu keukeuh dengan pendapatnya a.k.a keras kepala sehingga si obat anti inflamasi non-steroid (AINS) tersebut terus dikonsumsi. 

Apakah ada efek samping obat AINS? 
Ya, ada. Obat-obat golongan anti inflamasi non-steroid (AINS) seperti yang disebut di atas umumnya memiliki efek samping pada lambung. Bapak sering mengeluhkan lambungnya perih atau mual. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, disebutkan bahwa terkadang penggunaan piroksikam akan menimbulkan perih di lambung. 

Mengapa obat AINS menyebabkan gangguan lambung?
Obat-obat AINS bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin sendiri adalah suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan mediator nyeri dan radang/inflamasi. Ia terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX). Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, dan nyeri atau radang pun reda. Ternyata COX ini ada dua jenis, yaitu disebut COX-1 dan COX-2. COX-1 ini selalu ada dalam tubuh kita secara normal, untuk membentuk prostaglandin yang dibutuhkan untuk proses-proses normal tubuh, antara lain memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung. Sedangkan COX-2, adalah enzim yang terbentuk hanya pada saat terjadi peradangan/cedera, yang menghasilkan prostaglandin yang menjadi mediator nyeri/radang. Jadi, sebenarnya yang perlu dihambat hanyalah COX-2 saja yang berperan dalam peradangan, sedangkan COX-1 mestinya tetap dipertahankan. Tapi masalahnya, obat-obat AINS ini bekerja secara tidak selektif. Ia bisa menghambat COX-1 dan COX-2 sekaligus. Jadi ia bisa menghambat pembentukan prostaglandin pada peradangan, tetapi juga menghambat prostaglandin yang dibutuhkan untuk melindungi mukosa lambung. Akibatnya? Lambung jadi terganggu. 

Bagaimana pengatasannya?

  1. Untuk mengatasi efek obat AINS terhadap lambung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, sebaiknya digunakan setelah makan untuk mengurangi efeknya terhadap lambung.
  2. Kedua, obat golongan AINS umumnya dalam bentuk bersalut selaput yang bertujuan mengurangi efeknya pada lambung, maka JANGAN DIGERUS atau DIKUNYAH. Lagi-lagi, Bapakku suka dengan kepahitan-kepahitan obat itu, beliau suka mengunyah langsung obatnya. Jika diingatkan, dia akan menjawab dengan obatnya dikunyah, akan membantu proses penyerapan obat. Saya pernah mencoba menerangkan bahwa ada jenis obat-obat tertentu yang memang dirancang untuk diproses di lambung, bukan di mulut, tapi apalah daya. Pemikiran Bapakku seperti tugu monas, tak tergoyahkan. 
  3. Ketiga, jika memang menyebabkan lambung perih atau sudah ada riwayat maag atau gangguan lambung sebelumnya, bisa diiringi penggunaannya dengan obat-obat yang menjaga lambung seperti antasid, golongan H2 bloker seperti simetidin atau ranitidin, golongan penghambat pompa proton seperti omeprazol atau lansoprazol, atau dengan sukralfat. 
Kekuatan efek samping obat ini terhadap lambung berbeda-beda antar satu obat dengan yang lain, maka pilihlah yang efeknya terhadap lambung paling kecil. 
Adapun urutannya dari yang paling berisiko pada beberapa obat AINS terhadap lambung adalah sebagai berikut : 
NSAIDRelative risk of GI complications
Indomethacin2.25
Naproxen1.83
Diclofenac1.73
Piroxicam1.66
Tenoxicam1.43
Meloxicam1.24
Ibuprofen1.19
 Sumber : http://www.medscape.com/viewarticle/537837 

 Tapi sebaiknya, mereka yang sudah punya riwayat gangguan lambung menghindari penggunaan obat-obat AINS ini.

Alternatif yang paling aman adalah parasetamol atau asetaminofen
Obat ini tersedia dalam berbagai merk. Mengapa parasetamol relatif aman terhadap lambung? Parasetamol termasuk obat lama yang bertahan lama sebagai analgesik, karena relatif aman terhadap lambung. Juga merupakan analgesik pilihan untuk anak-anak maupun ibu hamil/menyusui. Mengapa ia sedikit beda dengan teman-temannya sesama pereda nyeri? Ya, parasetamol memiliki sedikit perbedaan dalam target aksi obatnya. Parasetamol tidak berefek sebagai anti radang, tetapi lebih sebagai analgesik dan anti piretik (obat turun panas). Ternyata, selain COX-1 dan COX-2, ada pula COX-3. Ada peneliti yang menyatakan bahwa COX-3 adalah varian dari COX-1, yang terdistribusi di sistem saraf pusat. Dengan penghambatan terhadap COX-3 di otak/sistem saraf pusat, maka efeknya lebih terpusat dan tidak menyebabkan gangguan pada lambung. Maka buat mereka yang punya gangguan lambung, parasetamol adalah pilihan yang aman. Tapi bukan berarti parasetamol tidak punya efek samping loo….. Efek samping parasetamol larinya ke liver/hati. Ia bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar. Karena itu, dosis maksimal penggunaan parasetamol adalah 4 gram/sehari atau 8 tablet @ 500 mg/sehari. Melebihi itu, akan berisiko terhadap hati.

Efek samping AINS terhadap asma 
Selain berefek samping terhadap lambung, AINS juga sering disebut-sebut bisa memicu kekambuhan asma buat mereka yang sudah punya riwayat asma. Bahkan cukup banyak pula penderita asma yang sensitif terhadap aspirin, yang terpicu kekambuhan asmanya jika minum aspirin. Kok bisa ya? Tidak begitu pasti penyebabnya, tetapi diduga hal ini berkaitan dengan dampak dari penghambatan terhadap enzim COX. Penghambatan terhadap COX akan mengarahkan metabolisme asam arakidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Leukotrien sendiri adalah suatu senyawa yang memicu penyempitan saluran nafas (bronkokonstriksi). Karena itu, penderita dengan riwayat asma juga harus hati-hati menggunakan obat-obat AINS. Alternatif paling aman ya kembali ke parasetamol. 

Apa alternatif lainnya?
Setelah mengetahui bahwa enzim COX yang lebih berperan dalam peradangan adalah COX-2, bukan COX-1, maka para ahli berpikir untuk membuat obat yang khusus menghambat COX-2 saja. Maka muncullah obat-obat coxib, yaitu celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, dll. Obat-obat ini sangat laris ketika pertama kali dimunculkan, karena memenuhi harapan sebagian besar pasien yang harus mengkonsumsi AINS dalam jangka waktu lama, tapi terhindar dari efek terhadap lambung. 

Apakah obat ini bebas dari efek samping? 
Hm…. ternyata tidak juga. Beberapa tahun setelah diluncurkan di pasar, mulai ada laporan-laporan kejadian efek samping gangguan kardiovaskular pada penggunaan obat-obat ini, yaitu terjadinya gangguan jantung iskemi atau stroke iskemi. Mengapa bisa terjadi? Ternyata penghambatan secara selektif terhadap COX-2 juga memunculkan masalah lain. Diketahui bahwa selain prostaglandin, COX-1 juga mengkatalisis pembentukan tromboksan A2, suatu senyawa dalam tubuh yang berperan dalam pembekuan darah dan bersifat vasokonstriktor (menyebabkan penyempitan pembuluh darah). Ketika COX-1 dibiarkan tidak terhambat, maka pembentukan tromboksan jalan terus, dan ini ternyata dapat menyebabkan meningkatnya risiko terbentuknya gumpalan-gumpalan darah kecil (blood clots) yang dapat menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah. Jadilah gangguan kardiovaskuler seperti yang disebutkan di atas. Karena itu, VIOXX (rofecoxib) yang sudah beredar di pasar, pada tahun 2004 ditarik lagi dari peredaran oleh produsennya. 

Sementara itu, celecoxib (Celebrex) tetap masih boleh beredar tetapi perlu ada pelabelan ulang pada kemasannya, di mana perlu dinyatakan bahwa obat ini harus digunakan secara hati-hati oleh mereka yang memiliki riwayat gangguan kardiovaskuler. 

Dan Bapakku pun sepertinya mengikuti seluruh siklus efek samping si AINS ini dengan baik. Diawali dengan sakit lambung dan mual, diteruskan hingga ke infeksi jantung. Seperti tertulis di atas, bahwa AINS ini mengandung COX-1 dan COX-2. Karena COX-1 nya sudah dibantu oleh si AINS, maka kemampuan alami Bapak untuk memproduksi hormon yang memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung menurun atau mungkin sudah hilang. Sebenarnya sekitar 4 tahunan yang lalu, Bapak pernah jatuh sakit juga, hampir sama dengan yang terjadi saat ini. Waktu itu, Beliau juga tidak bisa bangun dari tempat tidur, dan Alhamdulillah hanya denga rawat jalan, beberapa bulan kemudian bisa sembuh. Dan itu terjadi lagi, sepertinya lebih parah dari sebelumnya. Sebenarnya itu seperti "disentil" oleh kecelakaan motor yang dialami Bapak, tapi nggak tahu bagaimana caranya, tahu-tahu hampir seluruh efek samping obat tersebut muncul kembali. Akibatnya? Bapak tidak bisa jalan, jangankan jalan, untuk menggerakkan tangan pun perlu bantuan kami. Tentu ikhtiar ke rumah sakit dan bertawakal kepada Allah adalah harapan kami. Beberapa minggu menginap di rumah sakit, Bapak dinyatakan membaik. Namun sayang, baru seminggu di rumah, kondisinya memburuk lagi sehingga membuat kami membawanya ke rumah sakit lagi. Berangsur-angsur mulai membaik dan bisa dibawa ke rumah lagi. Berharap cukup dengan rawat jalan ini, Allah mengizinkan Bapakku untuk sembuh dan menikmati beberapa hari Ramadhan ini. Aammiin.

Saya sengaja bercerita disini, agar bisa menjadi pelajaran bersama untuk meminimalisir efek negative dari AINS ini. Meski "hanya" mencari obat penghilang sakit pun, kita juga perlu ilmunya. Dan perlu diingat, sebaiknya obat penghilang sakit ini digunakan hanya jika perlu saja, karena obat-obat ini sifatnya adalah simtomatik, atau menghilangkan gejala. Jika penyebab sakitnya sendiri belum hilang, maka nyeri masih mungkin akan muncul kembali. Jadi misalnya sakit kepala karena banyak hutang,… maka segeralah bayar hutangnya…… analgesik tidak bisa menyelesaikan masalah Anda. Semoga bermanfaat…


Read More..